Ngarot, Tradisi Menyambut Musim Hujan
Semilir mewangi bunga kenanga dan pandan tercium dari mahkota perawan ngarot Desa Lelea Kecamatan Lelea Kabupaten Indramayu. Demi menyambut musim tanam, 105 gadis dan 120 ngarot itu diarak keliling kampung-kampung.
Kendati Pemkab Indramayu telah
menghelat karnaval 1000 gadis ngarot pada Hari Jadi ke-488 Kabupaten Indramayu,
hal itu tak menyurutkan antusiasme masyarakat dan wisatawan untuk tetap
menyaksikan tradisi adat sejak 1646 itu.
Ribuan warga, wisatawan, mahasiswa,
dan wartawan turut mengiringi tradisi tahunan tersebut. Tak ayal, jalan-jalan
di Desa Lelea penuh sesak oleh masyarakat yang menyemut dengan ratusan pedagang
di setiap sisi dan sudut jalan-jalan desa.
Ngarot merupakan upacara adat
menyongsong datangnya musim hujan, yaitu tibanya musim tanam padi. Biasanya
adat ini dilakukan pada pekan ketiga bulan November atau Desember dan selalu
dilaksanakan pada Rabu. Hari yang dianggap keramat dan hari baik oleh
masyarakat Lelea untuk menanam padi.
Dalam bahasa sunda, istilah
ngarot berasal dari kata “nga-rot” yang berarti minum atau ngaleueut. Uniknya,
hanya pemuda dan pemudi yang masih menjaga kesuciannya yang boleh ikut dalam
acara ini karena jika pemuda atau pemudi sudah tidak suci akan terlihat sangat
buruk di mata para peserta ngarot. Pada upacara ini para gadis desa peserta
upacara dihias dengan mahkota bunga di kepalanya sebagai lambang kesucian.
Mereka berbusana kebaya
berselendang yang dilengkapi aksesori, seperti kalung, gelang, cincin, bros,
peniti emas, dan hiasan rambut. Para gadis pun bermahkotakan rangkaian
bunga-bunga, yaitu kenanga, melati, dan kertas. Sementara remaja putra
mengenakan busana baju komboran dan celana gombrang berwarna hitam, lengkap
dengan ikat kepala.
Pemangku adat yang juga Kuwu Desa
Lelea, Raidi, berpesan kepada gadis dan bujang ngarot agar senantiasa mengucap
syukur atas hasil bercocok tanam dan sebagai penyemangat para petani untuk
kembali mulai bercocok tanam. Dia berharap ngarot ini sebagai pembelajaran dan
regenerasi petani dari generasi tua kepada generasi muda.
Raidi pun meminta kepada kaum
muda Lelea agar tak melupakan bahasa Sunda, bahasa leluhur masyarakat Lelea. Ia
memandang penggunaan bahasa Sunda Lelea mulai memudar di kalangan muda. “Ngarot
ada karena masih adanya bahasa Sunda. Bahasa Sunda ada karena ngarot ada. Jadi,
saya minta agar menjaga dan melestarikan bahasa Sunda,” ucapnya.
0 Response to "Ngarot, Tradisi Menyambut Musim Hujan"
Post a Comment